Translate

Jumat, 01 Maret 2013

Pandawa vs Kalina ep.7

Like Our FB Please

Kalina sedang membaca eksiklopedia mengenai migrasi paus bungkuk, ketika Yeshi datang dengan wajah pucat, diiringi Hera. Tumben sekali dua temannya ini mau menginjakkan kaki ke perpustakaan. Mereka lebih suka bertanya pada Kalina, daripada membaca buku di perpustakaan. Dengan sedikit heran, Kalina memperhatikan keduanya menarik kursi, lalu duduk di hadapannya.

“Ka, kamu harus janji sama aku,” kata Yeshi sarat emosi.
Kalina mengangkat alis kirinya. Dia memandang Hera, menuntut penjelasan.

“ Beneran, Ka, kamu harus janji dulu sama aku,” pinta Yeshi putus asa. Yeshi langsung merebut buku Kalina, menutupnya, dan mendekap buku itu.

“Ada apa, Yes? Tenangkan dulu pikiran mu,” kata Kalina mengerti. Dia menduga temannya sedang dalam kesulitan.

“Pokoknya kamu janji dulu sama aku, Ka.”

“Iya, aku janji. Ada apa ini? Jelasin dong,” Kalina penasaran.

“Kamu ga boleh naksir ayank Pradana, Ka. Ga boleh.”

“Hhh....” Kalina menahan tawa, “Astaga, Yes. Ngapain aku naksir dia?”

“Kamu bisa aja naksir dia, Ka. Kalian kan ditunjuk kepala sekolah untuk lomba bareng. Pokoknya kamu udah janji sama aku, Ka. Kamu ga boleh melanggar janji.” Kata Yeshi dengan wajah serius. “Janji itu hutang, Ka.”

“Iya. Aku janji,” jawab Kalina tegas.

Yeshi langsung merasa lega. Dia mengendurkan syaraf-syaraf tubuhnya. Janji Kalina seakan oase yang menyejukkan di tengah padang pasir.

Melihat temannya sudah lega, Kalina mencoba mencari tahu lebih mendetail pada Hera, “Memangnya lomba apa, Her? Bukannya aku maju sendirian, ya?”

“Ampun deh, Ka......kamu ga ngerti apa pura-pura ga ngerti sih?” Hera menepuk dahinya. “Pradana barusan dipanggil kepala sekolah. Dia ditunjuk mewakili SMA Pancasila lomba pidato “Sudut Pandang Pemuda Terhadap Politik” bareng sama lomba siswa teladan mu.”

“Oh.....”

“Kok Cuma ‘Oh’?! Kalian udah lomba bareng sekali kan, Ka?” rengek Yeshi. “OK, tahun lalu kamu bisa menghindari pesona ayank Pradana. Tapi kan tahun lalu dia ga seganteng sekarang, Ka. Jangan-jangan, ntar kamu naksir dia pas lomba bareng itu.”

“Hmm? Lomba bareng? Kapan ya?”

Hera dan Yeshi saling berpandangan. Mereka menghela nafas bersamaan. Memang benar Kalina bintang kelas, tapi dia kadang-kadang lemot, apalagi untuk urusan laki-laki.

“ Tahun lalu kalian dikirim untuk ikut lomba yang sama kan, Ka? Yang di Universitas NKRI itu lho,” kata Yeshi agak jengkel.

Kalina mencoba mengingat. Memang dia pernah ikut lomba di Universitas NKRI sih, tapi sendirian. Pradana itu yang mana ya? “Aa...aku ingat! Aku lomba sendirian kok.”

“Lha?!” seru Yeshi dan Hera berbarengan. “Trus Pradana kemana?”

“Tempat lomba kami terpisah. Dia kategori kelas 1 kan? Dia lomba di gedung Fakultas Kedokteran Hewan. Aku kategori kelas dua, di gedung Kuliah Bersama.”

“Ooooh......” jawab Yeshi dan Hera bersamaan. Lega campur baru ngeh kalo ternyata tempat lombanya terpisah.
****

“Pret! Beneran kamu ditunjuk lomba bareng Kalina?” tanya Yudis dengan antusias. Dia langsung bergegas ke kelas 11-A begitu mendengar kabar itu, karena ingin memastikan langsung pada Pradana.

Pradana tersenyum bangga, sambil membetulkan dasinya.

Yudis langsung lemas. Dia terduduk penuh penyesalan di kursi Yasir. Kebetulan Yasir sedang berdiri bersandar pada dinding. “Aku menyesal kenapa tahun lalu ga ikut lomba pidato,” gumam Yudis lesu.

“Tenang, Bro. Kamu ga bakal kalah dari siapa pun kalo lomba menerjemahkan morse,” jawab Pradana sambil cengar-cengir.

“Apa gunanya itu?” jawab Yudis pasrah. Galih, Raka, dan Yasir menepuk bahu Yudis bergantian, berusaha memberi semangat sahabatnya satu itu.

“Yakin nih kalian bakal satu gedung? Tahun lalu aja beda kan?” tanya Galih ragu.

“Kali ini, tempat lomba kami satu gedung, jadi ga bakal deh berangkat sendiri-sendiri kayak tahun lalu. Heuw! Ga sabar aku,” kata Pradana semangat.

“Heeeehh....kamu benar-benar beruntung, Pret.” Yudis lantas memperlihatkan wajah yang mencerminkan datangnya kiamat esok hari.

“Santai, Bro. Nanti kalo aku berhasil kenalan sama Kalina, aku bakal minta nomer telponnya. Nah, kalo sudah dapet.......,” Pradana sengaja menggantung kalimatnya.

“Kalo sudah dapet.....?” sahut Yudis membeo, penuh harap.

“Kalo sudah dapet nomer telponnya.....ku simpan sendiri. Hahahahahahahaha..!!” Pradana puas. Akhirnya dia bisa menggoda Yudis. Kapan lagi ada kesempatan sebagus ini?

“Hahahaha...!!” Galih dan Raka langsung tertawa mendengar candaan Pradana. Sebaliknya, Yudis malah semakin terpuruk dan lesu.

Disaat yang lain sedang menikmati kegetiran Yudis, tiba-tiba Yasir menyahut dengan polosnya, “Kalau Pradana ga mau ngasih tau, biar aku yang kasih tahu nomer telpon Kak Kalina.”

“HAA?!” sontak keempat temannya langsung menatap Yasir penuh tanya.

“Kamu punya nomer telpon Kalina?!” tanya mereka kompak.

(^o^)v


Pagi itu tanggal tujuh belas, maka diadakanlah upacara bendera. Banyak sih yang sebel ikut upacara. Namun tidak bagi Kalina. Menurut dugaan Hera dan Yeshi, upacara itu amat sesuai dengan karakter Kalina, protokoler dan kaku. Namun menurut Kalina sendiri upacara adalah satu-satunya kegiatan yang sama persis dilakukan oleh pendiri bangsa ini sejak Indonesia merdeka hingga sekarang. Contoh, upacara pertama adalah proklamasi Indonesia yang diikuti Bung Karno dan Bung Hata. Hanya dari upacaralah Kalina dapat merasakan sejarah yang diulang secara langsung. Sebab sejarah yang lain tak mungkin terulang, misal gerakan G-30S PKI, ga mungkin Kalina berkesempatan merasakan itu kan? Nah, hanya dengan upacara inilah, Kalina seakan menjadi salah satu tonggak berdirinya bangsa ini secara nyata. Dan ini pun hanya sekali sebulan. Betapa sedikit kesempatannya, batin Kalina.

Pada kesempatan upacara kali ini pun, ada yang merasa bahagia karena upacara itu ada. Yudistira. Hari ini dia ditunjuk sebagai komandan pleton tiga. Artinya dia akan memimpin barisan kelas tiga. Artinya dia akan berdiri di sebelah kanan barisan, tepat di sebelah Kalina biasa berdiri. Sungguh, baru memikirkan upacara hari ini pun, Yudis tak bisa tidur nyenak semalam.

Maka, ketika siswa lain masih bercerita tentang jalan cerita sinetron semalam, Yudis bersama tiga teman sekelasnya sudah berkumpul melakukan persiapan upacara. Satu sebagai komandan upacara, sementara Yudis dan dua lainnya ditunjuk sebagai komandan pleton. Karena Raka adalah aset PMR yang berharga, dia  selalu bertugas sebagai tenaga kesehatan.

“Kamu yakin ga apa-apa, Bro?” tanya Raka khawatir. “ Wajah mu pucat,” katanya dengan muka serius. Dia lantas memeriksa denyut nadi , warna kelopak mata bagian dalam, dan suhu dahi Yudis.

Yudis menatap sahabatnya dengan penuh keyakinan. “Halah. Bercanda mu ga lucu. Peserta jambore kok lemah,” jawab Yudis sembari menampik tangan Raka.  
                                                                                                                                                                  Raka tertawa ngikik. Dia sedang berusaha menggagalkan impian Yudis menjadi komandan pleton tiga. Awalnya Yudis ditunjuk jadi komandan upacara. Namun, menilik menimbang dampaknya terhadap histeria PFC, Pak Satrio menukar posisi Yudis dengan komandan pleton tiga. Rupanya usaha Raka tidak berhasil. Jelas tidak berhasil, Yudis itu praja muda karana tangguh dan lulus banyak ujian kecakapan. Tak mungkin dia jatuh sakit hanya gara-gara tidak nyenyak tidur semalaman. 

“Ingat, Bro, begitu ada tanda-tanda Kalina mau pingsan, langsung panggil aku. Aku akan jaga di belakang pleton tiga,” Raka memberikan pesan terakhirnya, lengkap dengan kedipan mata, sebelum bergabung dengan tim PMR sekolah.

Ketika Bel masuk berbunyi, semua siswa SMA Pancasila Sakti bergegas ke lapangan. Berhubung Hera masih menjadi anggota PMR, maka dia bergabung dengan tim kesehatan. Yeshi jelas ingin berada di depan, karena gosipnya salah satu dari Pandawa menjadi komandan upacara. Sementara Kalina kalem saja berada di baris terdepan.

Begitu protokol dibacakan, semua siswa berusaha untuk diam. Sebagian besar siswi berharap salah satu Pandawa menjadi komandan upacara. Sayangnya dugaan mereka salah. Komandan upacaranya bukan Pandawa. Yudis sudah berharap berdiri tepat di samping Kalinan. Sayangnya dugaannya salah. Barisan anak 12-A berada pada bagian paling kiri pleton tiga. Temannya salah meletakkan urutan papan kelas. Bahkan hari itu mereka mendapatkan pembina upacara Pak Gunadi, yang senang sekali berpidato hingga kaki semua peserta upacara mulai kesemutan. Alhasil banyak siswi yang mendadak pingsan. Beberapa sengaja pingsan sih agar bisa beristirahat.  Tim PMR langsung dipanggil bertugas, meski hari itu bukan jadwalnya bertugas. Begitu pun tenaga kesehatan masih kewalahan. Akhirnya, demi kemaslahatan siswi-siswi yang pingsan, Hera meminta bantuan Kalina dan Yeshi.

“Please, kami kurang orang,” pinta Hera sambil berbisik, ketika menyusup ke barisan upacara.
Alhasil, Kepala sekolah memberi kode agar Pak Gunadi segera menyelesaikan pidatonya. Protokol langsung mempercepat jalannya upacara. Akhirnya, upacara dibubarkan.

Hiruk pikuk peserta upacara yang ingin segera berteduh bercampur dengan hirup pikuk tim kesehatan memberikan pertolongan pada pasien. Yudis akhirnya turun tangan membantu evakuasi pasien. Begitu tugasnya selesai, Yudis langsung mencari Raka. Dua sahabat itu langsung bahu-membahu mengangkat siswi yang pingsang dengan dragbar. Ditengah kesibukan itulah, tanpa sengaja Kalina menubruk Yudis. Kotak P3K yang dibawa Kalina terpelanting, beruntung langsung bisa ditangkap Yudis.

“Wah, maaf dan terimakasih,” kata Kalina singkat. Dia langsung berlari menghampiri Hera yang sedang mengoleskan minyak angin pada seorang anak kelas 9.

Yudis sempat terpesona. Dia sempat tertegun tiga detik. Namun lamunannya segera buyar oleh teriakan Raka, “Bro, masih ada seorang lagi!”

“OK!” Yudis segera berlari membawa dragbar menyusul Raka. Meski hari itu semua kacau, Yudis bersyukur diberi kesempatan bertemu Kalina walau beberapa detik saja.
(^o^)v

[bersambung...]





Cerita Populer