Like Our FB Please
Kalina sedang membaca eksiklopedia mengenai migrasi paus bungkuk, ketika Yeshi datang dengan wajah pucat, diiringi Hera. Tumben sekali dua temannya ini mau menginjakkan kaki ke perpustakaan. Mereka lebih suka bertanya pada Kalina, daripada membaca buku di perpustakaan. Dengan sedikit heran, Kalina memperhatikan keduanya menarik kursi, lalu duduk di hadapannya.
Kalina sedang membaca eksiklopedia mengenai migrasi paus bungkuk, ketika Yeshi datang dengan wajah pucat, diiringi Hera. Tumben sekali dua temannya ini mau menginjakkan kaki ke perpustakaan. Mereka lebih suka bertanya pada Kalina, daripada membaca buku di perpustakaan. Dengan sedikit heran, Kalina memperhatikan keduanya menarik kursi, lalu duduk di hadapannya.
“Ka, kamu harus janji sama aku,” kata
Yeshi sarat emosi.
Kalina mengangkat alis kirinya. Dia
memandang Hera, menuntut penjelasan.
“ Beneran, Ka, kamu harus janji dulu sama
aku,” pinta Yeshi putus asa. Yeshi langsung merebut buku Kalina, menutupnya,
dan mendekap buku itu.
“Ada apa, Yes? Tenangkan dulu pikiran mu,”
kata Kalina mengerti. Dia menduga temannya sedang dalam kesulitan.
“Pokoknya kamu janji dulu sama aku, Ka.”
“Iya, aku janji. Ada apa ini? Jelasin
dong,” Kalina penasaran.
“Kamu ga boleh naksir ayank Pradana, Ka.
Ga boleh.”
“Hhh....” Kalina menahan tawa, “Astaga,
Yes. Ngapain aku naksir dia?”
“Kamu bisa aja naksir dia, Ka. Kalian kan
ditunjuk kepala sekolah untuk lomba bareng. Pokoknya kamu udah janji sama aku,
Ka. Kamu ga boleh melanggar janji.” Kata Yeshi dengan wajah serius. “Janji itu
hutang, Ka.”
“Iya. Aku janji,” jawab Kalina tegas.
Yeshi langsung merasa lega. Dia mengendurkan
syaraf-syaraf tubuhnya. Janji Kalina seakan oase yang menyejukkan di tengah
padang pasir.
Melihat temannya sudah lega, Kalina
mencoba mencari tahu lebih mendetail pada Hera, “Memangnya lomba apa, Her?
Bukannya aku maju sendirian, ya?”
“Ampun deh, Ka......kamu ga ngerti apa
pura-pura ga ngerti sih?” Hera menepuk dahinya. “Pradana barusan dipanggil
kepala sekolah. Dia ditunjuk mewakili SMA Pancasila lomba pidato “Sudut Pandang
Pemuda Terhadap Politik” bareng sama lomba siswa teladan mu.”
“Oh.....”
“Kok Cuma ‘Oh’?! Kalian udah lomba bareng
sekali kan, Ka?” rengek Yeshi. “OK, tahun lalu kamu bisa menghindari pesona
ayank Pradana. Tapi kan tahun lalu dia ga seganteng sekarang, Ka.
Jangan-jangan, ntar kamu naksir dia pas lomba bareng itu.”
“Hmm? Lomba bareng? Kapan ya?”
Hera dan Yeshi saling berpandangan. Mereka
menghela nafas bersamaan. Memang benar Kalina bintang kelas, tapi dia
kadang-kadang lemot, apalagi untuk urusan laki-laki.
“ Tahun lalu kalian dikirim untuk ikut
lomba yang sama kan, Ka? Yang di Universitas NKRI itu lho,” kata Yeshi agak
jengkel.
Kalina mencoba mengingat. Memang dia
pernah ikut lomba di Universitas NKRI sih, tapi sendirian. Pradana itu yang
mana ya? “Aa...aku ingat! Aku lomba sendirian kok.”
“Lha?!” seru Yeshi dan Hera berbarengan.
“Trus Pradana kemana?”
“Tempat lomba kami terpisah. Dia kategori
kelas 1 kan? Dia lomba di gedung Fakultas Kedokteran Hewan. Aku kategori kelas
dua, di gedung Kuliah Bersama.”
“Ooooh......” jawab Yeshi dan Hera
bersamaan. Lega campur baru ngeh kalo ternyata tempat lombanya terpisah.
****
“Pret! Beneran kamu ditunjuk lomba bareng
Kalina?” tanya Yudis dengan antusias. Dia langsung bergegas ke kelas 11-A begitu
mendengar kabar itu, karena ingin memastikan langsung pada Pradana.
Pradana tersenyum bangga, sambil
membetulkan dasinya.
Yudis langsung lemas. Dia terduduk penuh
penyesalan di kursi Yasir. Kebetulan Yasir sedang berdiri bersandar pada
dinding. “Aku menyesal kenapa tahun lalu ga ikut lomba pidato,” gumam Yudis
lesu.
“Tenang, Bro. Kamu ga bakal kalah dari
siapa pun kalo lomba menerjemahkan morse,” jawab Pradana sambil cengar-cengir.
“Apa gunanya itu?” jawab Yudis pasrah.
Galih, Raka, dan Yasir menepuk bahu Yudis bergantian, berusaha memberi semangat
sahabatnya satu itu.
“Yakin nih kalian bakal satu gedung? Tahun
lalu aja beda kan?” tanya Galih ragu.
“Kali ini, tempat lomba kami satu gedung,
jadi ga bakal deh berangkat sendiri-sendiri kayak tahun lalu. Heuw! Ga sabar
aku,” kata Pradana semangat.
“Heeeehh....kamu benar-benar beruntung,
Pret.” Yudis lantas memperlihatkan wajah yang mencerminkan datangnya kiamat
esok hari.
“Santai, Bro. Nanti kalo aku berhasil
kenalan sama Kalina, aku bakal minta nomer telponnya. Nah, kalo sudah
dapet.......,” Pradana sengaja menggantung kalimatnya.
“Kalo sudah dapet.....?” sahut Yudis
membeo, penuh harap.
“Kalo sudah dapet nomer telponnya.....ku
simpan sendiri. Hahahahahahahaha..!!” Pradana puas. Akhirnya dia bisa menggoda
Yudis. Kapan lagi ada kesempatan sebagus ini?
“Hahahaha...!!” Galih dan Raka langsung
tertawa mendengar candaan Pradana. Sebaliknya, Yudis malah semakin terpuruk dan
lesu.
Disaat yang lain sedang menikmati
kegetiran Yudis, tiba-tiba Yasir menyahut dengan polosnya, “Kalau Pradana ga
mau ngasih tau, biar aku yang kasih tahu nomer telpon Kak Kalina.”
“HAA?!” sontak keempat temannya langsung
menatap Yasir penuh tanya.
“Kamu punya nomer telpon Kalina?!” tanya
mereka kompak.
(^o^)v
Pagi itu tanggal tujuh belas, maka
diadakanlah upacara bendera. Banyak sih yang sebel ikut upacara. Namun tidak
bagi Kalina. Menurut dugaan Hera dan Yeshi, upacara itu amat sesuai dengan
karakter Kalina, protokoler dan kaku. Namun menurut Kalina sendiri upacara
adalah satu-satunya kegiatan yang sama persis dilakukan oleh pendiri bangsa ini
sejak Indonesia merdeka hingga sekarang. Contoh, upacara pertama adalah
proklamasi Indonesia yang diikuti Bung Karno dan Bung Hata. Hanya dari
upacaralah Kalina dapat merasakan sejarah yang diulang secara langsung. Sebab
sejarah yang lain tak mungkin terulang, misal gerakan G-30S PKI, ga mungkin
Kalina berkesempatan merasakan itu kan? Nah, hanya dengan upacara inilah,
Kalina seakan menjadi salah satu tonggak berdirinya bangsa ini secara nyata. Dan
ini pun hanya sekali sebulan. Betapa sedikit kesempatannya, batin Kalina.
Pada kesempatan upacara kali ini pun, ada
yang merasa bahagia karena upacara itu ada. Yudistira. Hari ini dia ditunjuk
sebagai komandan pleton tiga. Artinya dia akan memimpin barisan kelas tiga.
Artinya dia akan berdiri di sebelah kanan barisan, tepat di sebelah Kalina
biasa berdiri. Sungguh, baru memikirkan upacara hari ini pun, Yudis tak bisa
tidur nyenak semalam.
Maka, ketika siswa lain masih bercerita
tentang jalan cerita sinetron semalam, Yudis bersama tiga teman sekelasnya
sudah berkumpul melakukan persiapan upacara. Satu sebagai komandan upacara,
sementara Yudis dan dua lainnya ditunjuk sebagai komandan pleton. Karena Raka
adalah aset PMR yang berharga, dia selalu
bertugas sebagai tenaga kesehatan.
“Kamu yakin ga apa-apa, Bro?” tanya Raka
khawatir. “ Wajah mu pucat,” katanya dengan muka serius. Dia lantas memeriksa
denyut nadi , warna kelopak mata bagian dalam, dan suhu dahi Yudis.
Yudis menatap sahabatnya
dengan penuh keyakinan. “Halah. Bercanda mu ga lucu. Peserta jambore kok lemah,”
jawab Yudis sembari menampik tangan Raka.
Raka tertawa ngikik. Dia sedang berusaha
menggagalkan impian Yudis menjadi komandan pleton tiga. Awalnya Yudis ditunjuk
jadi komandan upacara. Namun, menilik menimbang dampaknya terhadap histeria
PFC, Pak Satrio menukar posisi Yudis dengan komandan pleton tiga. Rupanya usaha
Raka tidak berhasil. Jelas tidak berhasil, Yudis itu praja muda karana tangguh
dan lulus banyak ujian kecakapan. Tak mungkin dia jatuh sakit hanya gara-gara
tidak nyenyak tidur semalaman.
“Ingat, Bro, begitu ada tanda-tanda Kalina
mau pingsan, langsung panggil aku. Aku akan jaga di belakang pleton tiga,” Raka
memberikan pesan terakhirnya, lengkap dengan kedipan mata, sebelum bergabung
dengan tim PMR sekolah.
Ketika Bel masuk berbunyi, semua siswa SMA
Pancasila Sakti bergegas ke lapangan. Berhubung Hera masih menjadi anggota PMR,
maka dia bergabung dengan tim kesehatan. Yeshi jelas ingin berada di depan,
karena gosipnya salah satu dari Pandawa menjadi komandan upacara. Sementara
Kalina kalem saja berada di baris terdepan.
Begitu protokol dibacakan, semua siswa
berusaha untuk diam. Sebagian besar siswi berharap salah satu Pandawa menjadi
komandan upacara. Sayangnya dugaan mereka salah. Komandan upacaranya bukan
Pandawa. Yudis sudah berharap berdiri tepat di samping Kalinan. Sayangnya
dugaannya salah. Barisan anak 12-A berada pada bagian paling kiri pleton tiga. Temannya
salah meletakkan urutan papan kelas. Bahkan hari itu mereka mendapatkan pembina
upacara Pak Gunadi, yang senang sekali berpidato hingga kaki semua peserta upacara
mulai kesemutan. Alhasil banyak siswi yang mendadak pingsan. Beberapa sengaja
pingsan sih agar bisa beristirahat. Tim
PMR langsung dipanggil bertugas, meski hari itu bukan jadwalnya bertugas.
Begitu pun tenaga kesehatan masih kewalahan. Akhirnya, demi kemaslahatan
siswi-siswi yang pingsan, Hera meminta bantuan Kalina dan Yeshi.
“Please, kami kurang orang,” pinta Hera
sambil berbisik, ketika menyusup ke barisan upacara.
Alhasil, Kepala sekolah memberi kode agar
Pak Gunadi segera menyelesaikan pidatonya. Protokol langsung mempercepat
jalannya upacara. Akhirnya, upacara dibubarkan.
Hiruk pikuk peserta upacara yang ingin
segera berteduh bercampur dengan hirup pikuk tim kesehatan memberikan
pertolongan pada pasien. Yudis akhirnya turun tangan membantu evakuasi pasien.
Begitu tugasnya selesai, Yudis langsung mencari Raka. Dua sahabat itu langsung
bahu-membahu mengangkat siswi yang pingsang dengan dragbar. Ditengah kesibukan
itulah, tanpa sengaja Kalina menubruk Yudis. Kotak P3K yang dibawa Kalina
terpelanting, beruntung langsung bisa ditangkap Yudis.
“Wah, maaf dan terimakasih,” kata Kalina
singkat. Dia langsung berlari menghampiri Hera yang sedang mengoleskan minyak
angin pada seorang anak kelas 9.
Yudis sempat terpesona. Dia sempat
tertegun tiga detik. Namun lamunannya segera buyar oleh teriakan Raka, “Bro,
masih ada seorang lagi!”
“OK!” Yudis segera berlari membawa dragbar
menyusul Raka. Meski hari itu semua kacau, Yudis bersyukur diberi kesempatan
bertemu Kalina walau beberapa detik saja.
(^o^)v
[bersambung...]
Baca juga Pandawa vs Kalina ep.1
Baca juga Pandawa vs Kalina ep.2
Baca juga Pandawa vs Kalina ep.3
Baca juga Pandawa vs Kalina ep.4
Baca juga Pandawa vs Kalina ep.2
Baca juga Pandawa vs Kalina ep.3
Baca juga Pandawa vs Kalina ep.4